Asuhan keperawatan thypoid abdominalis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Demam tifoid atau thypoid fever atau thypus abdominalis
merupakan penyakit infeksi akut pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh kuman Salmonella typhii, ditandai gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran
pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran (T.H. Rampengan dan I.R.
Laurentz, 1995). Penularan penyakit ini hampir selalu terjadi melalui makanan
dan minuman yang terkontaminasi.
Surverlans Departemen Kesehatan RI,
frekuensi kejadian Demam Thypoid di Indonesia pada tahun 1990 sebesar 9,2 dan
pada tahun 1994 terjadi peninggkatan frekuensi menjadi 15,4 per 10.000
penduduk. Dari survey berbagai rumah sakit di Indonesia dari tahun 1981 sampai
dengan 1986 memperlihatkan peningkatan jumlah penderita sekitar 35,8% yaitu
dari 19,596 menjadi 26,606 kasus. (Aru W.Sudoyo, dkk, 2007; 1752).
Berdasarkan data diatas menunjukkan
bahwa angka kejadian Thypus Abdominalis masih sangat tinggi. Hal ini dapat
disebabkan oleh berbagai factor antara lain : pengetahuan tentang kesehatan
diri dan lingkungan yang masih relative rendah, penyediaan air bersih yang
tidak memadai keluarga dengan hygiene sanitasi yang rendah, permasalahan pada
identifikasi dan penatalaksanaan karier, keterlambatan membuat diagnosis yang
pasti, patogenesis dan factor virulensi yang belum dimengerti sepenuhnya serta
belum tersedianya vaksin efektif aman dan murah menurut Pang dalam (Soegeng
Soegijanto, 2002; 2).
Typhoid atau dapat juga disebut
sebagai Thypus Abdominalis atau demam enterik (enteric fever) adalah suatu
penyakit infeksi akut pada saluran pencernaan (terutama usus halus) dengan
gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan
dan dengan atau tanpa gangguan kesadaraan.(Ngastiyah, 2005; 236). Thypus
Abdominalis disebabkan oleh maksuknya kuman Salmonella Typhi (S.typhi) dan
Salmonella Paretyphi (S.paratyphi) kedalam tubuh manusia melalui makanan yang
terkontaminasi oleh kuman (Aru W.Sudoyo, dkk, 2007).
Untuk itu, penanganan yang tepat
sangat diperlukan untuk menurunkan angka morbiditas Thypus Abdominalis.
Penanganan dilingkungan dengan cara menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang
pentingnya hidup sehat melalui upaya promotif dan freventif. Selain itu,
penanganan dirumah sakit melalaui upaya kuratif dan rehabilitative juga sangat
diperlukan yaitu dengan cara perawatan yang baik seperti tirah baring,
memberikan makanan yang lunak untuk mengurangi dan mencegah pendarahan pada
usus, serta pemberian obat-obatan antibiotik (Mansjoer Arif, 2002).
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan,maka dalam
penulisan ini dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1.
Apa definisi dari typus abdominalis?
2.
Bagaimana etiologi, patofisiologi
dan manifestasi klinis dari typus abdominalis?
3.
Bagaimana pemeriksaan penunjang,
penatalaksanaan medis dan komplikasi dari typus abdominalis?
4.
Bagaimana asuhan keperawatan pada
klien dengan typus abdominalis?
C.
Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui cara memberikan dan membuat asuhan keperawatan pada pasien typus
abdominalis dengan baik dan benar.
2. Tujuan Khusus
a.
Mengetahui
definisi dari typus abdominalis.
b.
Mengetahui
anatomi fisiologi dari typus abdominalis.
c.
Mengetahui
etiologi dari typus abdominalis.
d.
Mengetahui
patofisiologi dari typus abdominalis.
e.
Mengetahui
manifestasi klinis dari typus abdominalis.
f.
Mengetahui
pemeriksaan penunjang typus abdominalis.
g.
Mengetahui
penatalaksanaan medis typus abdominalis.
h.
Mengetahui
komplikasi dari typus abdominalis.
i.
Mengetahui
asuhan keperawatan pada klien dengan typus abdominalis
BAB II
TINJAUAN TEORI
A.
Pengertian
Demam tifoid atau thypoid fever atau thypus abdominalis merupakan penyakit infeksi akut pada saluran
pencernaan yang disebabkan oleh kuman Salmonella typhii, ditandai gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran
pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran (T.H. Rampengan dan I.R.
Laurentz, 1995). Penularan penyakit ini hampir selalu terjadi melalui makanan
dan minuman yang terkontaminasi.
Typhus
Abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran
pencernaan dengan gejala demam lebih dari satu minggu dan terdapat gangguan
kesadaran.(Suryadi,2001)
Thypus
Abdominalis (demam typhoid, enteric fever) ialah penyakit infeksi akut yang
biasanya mengenai saluran cerna, dan gangguan kesadaran (Mansjoer Arif, dkk,
2000).
Demam
Typhoid (enteryk fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai
saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan
pada pencernaaan dan gangguan kesadaran (Nursalam, dkk, 2005). Demam tifoid
adalah infeksi demam sistemik akut yang nyata pada fogosit mononuclear dan
membutuhkan tatanama yang terpisah. (Horrison, 1999). Demam enterik adalah
sindrom klinis sitemik yang dihasilkan oleh organisme salmonella tertentu
(Nelson, 1999).
Menurut
berbagai sumber diatas penulis dapat menyimplukan bahwa: Thypus Abdominalis
merupakan penyakit infeksi akut yang menyerang usus halus dengan menunjukkan
gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan
kesadaran, yang apabila tidak segera diobati secara proresif dapat menyerang
jaringan diseluruh tubuh . Jadi tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut
yang disebabkan oleh kuman salmonella typhi dan terdapat pada saluran
pencernaan yang disertai dengan demam lebih dari satu minggu, dan
gangguan kesadaran.
B.
Etiologi
Kuman Samonella Thypiia/Eberthela
Mempunyai tiga macam antigen yaitu
a.
Antigen o (oline houch)
b.
Antigen H (houch)
c.
Antigen V1(kapsul)
C.
Patofisiologi
Kuman Salmonella Typi masuk tubuh manusia
melalui mulut dengan makanan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnakan
oleh asam lambung. Sebagian lagi masuk ke usus halus dan mencapai jaringan
limfoid plaque peyeri di ileum terminalis yang mengalami hipertrofi. Di tempat
ini komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi. Kuman
Salmonella Typi kemudian menembud ke lamina propia, masuk aliran limfe dan
mencapai kelenjar limfe mesenterial, yang juga mengalami hipertrofi.
Setelah melewati kelenjar-kelenjar limfe ini salmonella typi masuk ke aliran
darah melalui duktus thoracicus.
Kuman salmonella typi lain mencapai hati melalui
sirkulasi portal dari usus. Salmonella typi bersarang di plaque peyeri, limpa,
hati dan bagian-bagian lain sistem retikuloendotelial. Semula disangka
demam dan gejala-gejala toksemia pada demam tifoid disebabkan oleh endotoksemia.
Tapi kemudian berdasarkan penelitian ekperimental disimpulkan bahwa
endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam dan gejala-gejala toksemia
pada demam tifoid. Endotoksin salmonella typi berperan pada patogenesis
demam tifoid, karena membantu terjadinya proses inflamasi lokal pada jaringan
tempat salmonella typi berkembang biak. Demam pada tifoid disebabkan
karena salmonella typi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan penglepasan
zat pirogen oleh zat leukosit pada jaringan yang meradang.
Masa tunas demam tifoid berlangsung 10-14 hari.
Gejala-gejala yang timbul amat bervariasi. Perbedaaan ini tidak saja
antara berbagai bagian dunia, tetapi juga di daerah yang sama dari waktu ke
waktu. Selain itu gambaran penyakit bervariasi dari penyakit ringan
yang tidak terdiagnosis, sampai gambaran penyakit yang khas dengan komplikasi
dan kematian hal ini menyebabkan bahwa seorang ahli yang sudah sangat
berpengalamanpun dapat mengalami kesulitan membuat diagnosis klinis demam
tifoid.
Dalam minggu pertama penyakit keluhan gejala serupa
dengan penyakit infeksi akut pada umumnya , yaitu demam, nyeri kepala, pusing,
nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak
enak di perut, batuk dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisis hanya didapatkan
suhu badan meningkat . dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih
jelas dengan demam, bradikardia relatif, lidah yang khas (kotor di tengah, tepi
daan ujung merah dan tremor), hepatomegali, splenomegali, meteroismus, gangguan
mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium atau psikosis, roseolae
jarang ditemukan pada orang Indonesia.
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui
berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers (jari
tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses (tinja). Feses
dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi
kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat,
dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat.
Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci
tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypii masuk ke tubuh orang
yang sehat melalui mulut.
Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid
disebabkan oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental
disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada
typhoid. Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses
inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan
endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada
jaringan yang meradang (www.medscape.com2014).
path way kunjungi sadrimohammad31.pathway.blogspot.com
D.
Manifestasi
klinis
Gejala
bervariasi secara garis besar gejala yang timbul dapat dikelompokan menjadi
a. Demam satu minggu atau lebih
b. Gangguan
saluran pencernaan
c. Gangguan
kesadaran
Dalam
minggu pertama akan timbul gejala seperti
a. Demam
b. Nyeri
kepala
c. Anoreksia
d. Mual
dan muntah
e. Diare
f. Suhu
badan meningkat (39-410C)
Sedangkan
dalam minggu kedua
a. Demam
remitem
b. Lidah tipoid
dengan tanda nampak kering, dilapisi selaput tebal,dibagian belakang kelihatan
tanpak lebih pucat. Dibagian ujung dan tepi lebih kemerahan.
c. Pembesarab
hati dan dan limpa perut kembung dan nyeritekan
d. Gangguan
kesadaran
E.
Komplikasi
a. Perdarahan
intestinal
b. Perforasi
intestinal
c. Ileus
paralitik
d. Renjatan
septik
e. Pneumonia
f. Miokarditis
g. Peritonitis
h. Meningitis
i.
Ensefalopati
j.
Bronkitis dan
F.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien
dengan typhoid adalah pemeriksaan laboratorium, yang terdiri dari :
1.
Pemeriksaan
leukosit
2.
Pemeriksaan SGOT
dan SGPT
3.
Kultur
darah (Biakan darah)
4.
Uji Widal
G. Penatalaksanaan
1. Tirah baring atau bed rest.
2. Diit lunak
atau diit padat rendah selulosa (pantang sayur dan buahan), kecuali komplikasi
pada intestinal.
3. Obat-obat
:
a. Antimikroba :
§
Kloramfenikol 4 X 500 mg
sehari/iv
§
Tiamfenikol 4 X 500 mg sehari
oral
§
Kotrimoksazol 2 X 2 tablet
sehari oral (1 tablet = sulfametoksazol 400 mg + trimetoprim 80 mg) atau dosis
yang sama iv, dilarutkan dalam 250 ml cairan infus.
§
Ampisilin atau amoksisilin 100
mg/kg BB sehari oral/iv, dibagi dalam 3 atau 4 dosis.
§
Antimikroba diberikan selama
14 hari atau sampai 7 hari bebas demam.
b. Antipiretik seperlunya
c. Vitamin B kompleks dan
vitamin C
4. Mobilisasi
bertahap setelah 7 hari bebas demam.
H. Prognosis
Prognosis thypus abdominalis umumnya baik bila pasien cepat berobat
prognosis kurang baik bila terdapat gejala klinis yang berat seperti
hiperpireksia (demam tinggi) atau febris kontinua. Penurunan kesadaran (sopor,
koma, atau delirium), komplikasi berat seperti dehidrasi, asidosis, perforasi,
usus, dan gizi buruk. (Arif Mansjoer, 2000).
BAB III
KONSEP ASUHAN
KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Anamnese
a. Identitas
pasien
b. Keluhan
utam ; biasanya pasien datang dengan keluhan demam
c. Riwayat kesehatan
·
Riwayat penyakit
sekarang
Sejak kapan pasien sudah merasa tidak enak badan dan
kurang nafsu makan, disertai dengan sakit kepala, badan panas, mual dan ada
muntah. Panas berkurang setelah minum obat parasetamol, tapi hanya sebentar
kemudian panas lagi
·
Riwayat penyakit dahulu
Menanyakan apakah sebelumnya pasien pernah mengalami
penyakit seperti sekarang ini, apakah panaasien pernah dirawat di RS, atau
pernah sakit biasa seperti flu, pilek dan batuk, dan sembuh setelah minum obat
biasa yang dijual di pasaran.
·
Riwayat penyakit
keluarga
Menanyakan apakah ada dalam keluarga pasien yang
pernah sakit seperti pasien.
d.
Pmeriksaan fisik
1.
Keadaan umum
Mengkaji kesadaran dan keadaan umum pasien.
Kesadaran pasien perlu di kaji
dari sadar – tidak sadar (composmentis – coma) untuk mengetahui berat ringannya prognosis penyakit pasien
2.
Tanda tanda vital
Memeriksa tanda tanda vita sangat penting di antaranya
suhu, nadi, respirasi, BI (breath), B2 (blood), B3 (brain), B4 (bladder), B5 (bowel), B6 (bone).
e. Pemeriksaan laburaturium
1.
Biakan darah
Bila biakan darah
positif hal itu
menandakan demam typhoid, tetapi bila
biakan darah negatif tidak menutup
kemungkinan akan terjadi demam typhoid
2.
Uji Widal
Uji widal di lakukan untuk
deteksi antibodi terhadap kuman S typhi. Pada uji widal terjadi suatu reaksi aglutinasi
antara antigen kuman S. typhi dengan antibodi yang disebut aglutinin. Antigen
yang digunakanpada uji widal adalah suspensi Salmonelle yang sudah dimatikan
dan di olah di laboratorium. Maksud uji Widal adalah untuk menentukan adanya
aglutinin dalam serum penderita tersangka demam tifoid yaitu ;
1. Aglutin in O (dari tubuh kuman)
2. Aglutinin H (flagela kuman)
3. Aglutinin Vi (simpai kuman)
B.
Diagnosa
keperawatan
1.
Kurangnya volume cairan berhubungan dengan
kurangnya intake cairan dan peningkatan suhu tubuh
2.
Hipertermi berhubungan dengan proses
infeksi
3. Gangguan
kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual/muntah dan anoreksia
4.
Cemas sehubungan dengan kurangnya
pengetahuan klien tentang penyakitnya.
5.
Gangguan rasa nyaman, Nyeri b.d
tukak mukosa intestinal.
C.
Intervensi
|
NO
|
DIAGNOSA
|
NOC
|
NIC
|
RASIONAL
|
|
1
|
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan
asupan cairan yang tidak adekuat
|
Jangka waktu 1x 24 jam
Hasil;
·
Memiliki keseimbangan
asupan yang seimbang dalam 24 jam
·
Menampikan hidrasi
yang baik misalnya membran mukosa yang lembab.
·
Memiliki asupan
cairan oral dan atau intravena yang adekuat
|
1. Kaji
tanda tanda dehidrasi
2. Berikan
minuman peroral sesuai toleransi
3. Atur
pemberian cairan infus sesuai order
4. Ukur
semua output (muntah, urine,diare) ukur semua intek cairan
|
1. Intervensi
lebih dini
2. Mempetahankan
intek yang adekuat
3. Melakukan
rehidrasi
4. Mengatur
keseimbangan antara intek dan output
|
|
2
|
Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
|
Tujuan : mempertahankan suhu tubuh dalam batas
normal pada jangka waktu 1x24 jam
Kriteria Hasil:
Suhu antara 36o-37o c
RR dan nadi dalam batas
normal
Membran mukosa lembab
Kulit dingin dan bebas dari keringat yang berlebih.
Pakaian
dan tempat tidur pasien kering
|
1. Monitor
tanda-tanda infeksi.
2. Monitor
tanda-tanda vital tiap 2 jam.
3. Berikan
suhu lingkungan yang nyaman bagi pasien. Kenakan pakaian tipis pada pasien.
4. Kompres
dingin pada daerah yang tinggi aliran darahnya.
5. Berikan
cairan iv sesuai order atau anjurkan
intake cairan yang adekuat.
6. Berikan
antipiretik, jangan berikan aspirin.
7. Monitor
komplikasi neurologis akibat demam.
|
1.
Infeksi pada umumnya menyebabkan
peningkatan suhu tubuh
2. Deteksi resiko peningkatan suhu tubuh yang
ekstrem, pola yang dihubungkan dengan patogen tertentu, menurun dihubungkan
dengan resolusi infeksi.
3. Kehilangan
panas tubuh melalui konveksi dan evaporasi
4. Memfasilitasi
kehiliangan panas lewat konveksi dan konduksi.
5. Menggantikan
cairan yang hilang lewat keringat.
6. Aspirin
bersiko terjadi perdarahanGI yang menetap
7. Febril dan
enselopati bisa terjadi bila suhu tubuh yang meningkat.
|
|
3
|
Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
mual/muntah dan anoreksia
|
Tujuan:
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan nutrisi terpenuhi.
b) Kriteria hasil:
a)Nutrisi pasien terpenuhi, pasien
tidak mengalami mual/ muntah.
b)Nafsu
makan klien meningkat, BB pasien naik
|
a. Timbang berat badan setiap hari
b.Dorong tirah baring dan atau pembatasan aktivitas selama fase sakit akut.
c. Anjurkan istirahat sebelum makan.
d.Berikan kebersihan oral.
e.Sediakan makanan dalam ventilasi yang baik, lingkungan menyenangkan,
dengan situasi tidak terburu-buru, temani.
f.Kolaborasi nutrisi pareneral total, terapi IV sesuai indikasi
|
a.Memberikan informasi tentang
kebutuhan diet/keefektifan terapi.
b. Dorong tirah baring dan atau pembatasan aktivitas selama fase sakit akut.
c. Menenangkan peristaltic, dan meningkatkan rasa makanan.
d.Mulut yang bersih dapat
meningkatkan rasa makanan.
e.Lingkungan yang menyenangkan menurunkan stress dan lebih kondusif untuk
makan.
f.Mencegah serangan akut/eksaserbasi gejala
|
|
4
|
Cemas
sehubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang penyakitnya
|
Tujuan : Cemas berkurang atau hilang
Kriteria
hasil :
a) a.Klien
mengerti tentang penyakitnya, kecemasan hilang atau berkurang.
b) b.Klien
menerima akan keadaan penyakit yang dideritanya.
|
a.Beri
penjelasan pada klien tentang penyakitnya.
b.Kaji
tingkat kecemasan klien.
c.Dampingi
klien terutama saat-saat cemas.
d.Tempatkan
pada ruangan yang tenang, kurangi kontak dengan orang lain, klien lain dan
keluarga yang menibulkan cemas.
|
a.Klien mengerti dan merespon dari
penjelasan secara kooperatif.
b.Dapat
memberi gambaran yang jelas apa yang menjadi alternatif tindakan yang
direncanakan.
c.Klien
merasa diperhatikan dan dapat menurunkan tingkat kecemasan.
d.Dengan
ruangan yang tenang dapat mengurangi kecemasannya
|
|
5
|
Gangguan
rasa nyaman, Nyeri b.d tukak mukosa intestinal
|
Tujuan :
Kebutuhan rasa nyaman, nyeri terpenuhi
2) Kriteria hasil :
1.Klien dapat/mampu mengekspresikan
kemampuan untuk rasa nyaman
2.Kebutuhan
istirahat dan tidur tidak terganggu, nyeri berkurang/ hilang.
|
1.Dorong pasien untuk melaporkan nyeri
2.Kaji laporan kram abdomen atau nyeri, catat lokasi, lamanya,intensitas (skala
0-10). Selidiki dan laporkan perubahan karakteristik nyeri.
3.Catat petunjuk non verbal, gelisah, menolak untuk bergerak, berhati-hati
engan abdomen, menarik diri, dan depresi. Selidiki perbedaan petunjuk verbal
dan non verbal.
4.Kaji ulang faktor-faktor yang meningkatkan atau menghilangkan nyeri.
5.Izinkan pasien untuk memulai posisi yang nyaman, mis, lutut fleksi.
6.Berikan tindakan nyaman (mis, pijatan punggung, ubah posisi) dan
aktivitas senggang.
|
1.Dorong pasien untuk melaporkan nyeri
2.Kaji laporan kram abdomen atau nyeri, catat lokasi, lamanya,intensitas
(skala 0-10). Selidiki dan laporkan perubahan karakteristik nyeri.
3.Catat petunjuk non verbal, gelisah, menolak untuk bergerak, berhati-hati
engan abdomen, menarik diri, dan depresi. Selidiki perbedaan petunjuk verbal
dan non verbal.
4.Kaji ulang faktor-faktor yang meningkatkan atau menghilangkan nyeri.
5.Izinkan pasien untuk memulai posisi yang nyaman, mis, lutut fleksi.
6.Berikan tindakan nyaman (mis, pijatan punggung, ubah posisi) dan
aktivitas senggang.
|
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Thypus Abdominalis merupakan penyakit infeksi akut
yang menyerang usus halus dengan menunjukkan gejala demam yang lebih dari satu
minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran, yang apabila tidak
segera diobati secara proresif dapat menyerang jaringan diseluruh tubuh . Jadi
tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh kuman
salmonella typhi dan terdapat pada saluran pencernaan yang disertai
dengan demam lebih dari satu minggu, dan gangguan kesadaran.
Thypus abdominalis umumnya baik bila pasien cepat
berobat prognosis kurang baik bila terdapat gejala klinis yang berat seperti
hiperpireksia (demam tinggi) atau febris kontinua. Penurunan kesadaran (sopor,
koma, atau delirium), komplikasi berat seperti dehidrasi, asidosis, perforasi,
usus, dan gizi buruk. (Arif Mansjoer, 2000).
B.Saran
1. Bagi Tenaga Kesehatan
Untuk tenaga kesehatan
terutama perawat diharapkan bisa mengerti dan memahami tentang pengertian, penyebab, pencegahan dan pegobatan dari typus abdominalis agar saat
menerapkan pada pasien tidak terjadi suatu kesalahan yang menyebabkan pasien
tambah parah atau bahkan bisa mengalami kematian karena kesalahan dalam
melakukan asuhan keperawatan.
2.
Bagi Pasien dan Keluarga
Bagi pasien diharapkan mengerti tentang penyebab,
pengobatan dan pencegahan dari typus abdominalis, agar pada saat terjadi
typus abdominalis dapat melakukan pencegah dini sebelum dilakukan asuhan
keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Hassan, Rusepno, dkk. 2007. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Rampengan. 2005. Penyakit Infeksi
Tropik pada Anak, Edisi 2. Jakarta: EGC.
Soegijanto, Soegeng. 2007. Kumpulan
Makalah Penyakit Tropis dan Infeksi di Indonesia, Jilid 6. Surabaya: Airlangga
University Press.
Tjokroprawiro, Askandar, dkk. 2007.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya: Airlangga University Press.